Rabu, 22 Januari 2014

MAKALAH ORGANIK " PORFIRIN (GABUNGAN PIROL) DALAM DUNIA MEDIS "


PORFIRIN (GABUNGAN PIROL) DALAM DUNIA MEDIS

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan segala puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PORFIRIN (Gabungan Pirol) Dalam Dunia Medis”. Makalah ini disusun dan diajukan sebagai salah satu tugas kimia organik.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan pengarahan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyusunan makalah ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun penulis harapkan dari semua pihak demi perbaikan penulis dalam menyusun makalah lainnya dikemudian hari.

Akhir kata, penulis sampaikan pula harapan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti khususnya bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.

               

Bandung, Desember 2013



                     Penulis









Daftar Isi



Kata Pengantar ..........................................................................................................

Daftar Isi ...................................................................................................................

Bab I    PENDAHULUAN ......................................................................................

1.1    Latar Belakang Masalah ..................................................................

1.2    Rumusan Masalah ...........................................................................

1.3    Definisi Operasional ........................................................................

1.4    Tujuan Penelitian .............................................................................

1.5    Manfaat Penelitian ..........................................................................

Bab II   ISI ................................................................................................................

Bab III PENUTUP ...................................................................................................

Kesimpulan ............................................................................................

Saran ......................................................................................................







BAB I

PENDAHULUAN



1.1.         Latar Belakang Masalah



Porfirin merupakan senyawa makrosiklik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi dan terdiri dari empat pirola yang dihubungkan oleh ikatan π melalui gugus etilen (=CH yang dimilikinya. Hal ini yang memungkinkan terjadinya proses serapan gelombang elektromagnetik untuk eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Panjang gelombang yang diserap mencirikan tipe radiasi elektromagnetik, seperti gelombang radio, ultraviolet, inframerah, tampak dan sebagainya yang menjelaskan bahwa senyawa tersebut

dapat menyerap salah satu dari radiasi elektromagnetik. Pofirin ini merupakan bahan organik yang memiliki kemiripan struktur dengan klorofil sehingga dapat menyerap panjang gelombang elektromagnetik yang dipancarkan matahari. Sistem susunan ikatan rangkap porfirin terkonjugasi menyebabkan porfirin mempunyai tingkat absorpsi yang baik terhadap sinar ultra violet (UV) (Aittala, 2010).


Panjang gelombang yang diserap oleh senyawa porfirin terkait dengan beda energi Highest Occupied Molecular Orbital (HOMO) dan Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO). Perbedaan energi pada kedua tingkat orbita ini ini akan mempengaruhi energi yang dibutuhkan untuk eksitasi elektron dari tingkat HOMO ke LUMO. Perbedaan inilah yang disebut sebagai band gap. Para ilmuan telah melakukan berbagai studi tentang semikonduktor

organik yang ditinjau dari aspek kinetik dan dinamiknya melalui metode eksperimen di laboratorium. Eksperimen yang di lakukan di laboratorium menggunakan perangkat analisis instrumen yang menghabiskan biaya yang sangat mahal, waktu yang lama dan tenaga profesional. Seiring dengan berkembangnya cabang ilmu kimia, kimia komputasi dapat digunakan untuk mempelajari proses transisi elektronik atau eksitasi elektronik pada suatu

molekul, sehingga bisa mereduksi perhitungan spektra elektronik dari orbital

dalam suatu senyawa.



Penyakit kanker menjadi penyebab kematian sekitar 7 juta penduduk dunia pada tahun 2008 dengan jumlah kasus baru pada tahun yang sama sekitar 12 juta (Boyle dan Levin, 2008). Selama ini penanganan/pengobatan penyakit kanker dilakukan dengan penyinaran, kemoterapi, atau kombinasi keduanya, dan pengangkatan jaringan kanker. Pengobatan dengan penyinaran hingga kini masih belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, sedangkan kemoterapi sering menimbulkan/menginduksi kanker primer kedua sebagai akibat dari sifat karsinogenik yang umumnya juga dimiliki oleh senyawa yang digunakan. Demikian juga pengangkatan jaringan kanker juga masih sering tidak sempurna (Penn, 1986). Oleh karena itu, usaha untuk menemukan senyawa baru dengan aktivitas antikanker yang aman dalam penggunaannya dan pengembangan teknik penanganan penyakit kanker sangat giat dilakukan oleh industri farmasi dan pusat-pusat riset di seluruh dunia.

Porfirin dan turunannya telah banyak dipelajari sebagai fotosensitizer untuk terapi fotodinamik sebagai salah satu metode pengobatan kanker maupun tumor (Bonnet, 2000; Hargus, 2005). Turunan porfirin ini memiliki toksisitas yang rendah untuk jaringan yang sehat dan kelarutannya juga rendah dalam air (Kralova et al., 2010). Karena keefektifan porfirin untuk PDT, namun kelarutan yang rendah maka beberapa penelitian banyak mensintesis turunan porfirin yang dimodifikasi strukturnya, bentuk kationiknya serta memformulasinya dengan suatu pembawa yang dapat meningkatkan kelarutan porfirin dalam air (Kralova et. al. 2010; Schiavon, et al. 2000; Tjahjono, et. al., 1999, 2000).

Dari penelitian sebelumnya telah disintesis senyawa kationik porfirin dengan meso-substituen aromatis bercincin lima, yaitu imidazolium dan pyrazolium. Struktur kimia senyawa kationik porfirin dengan meso-substituen:

(a) pyridinium (b) imidazolium dan (c) pyrazolium



Senyawa ini dapat memodifikasi struktur dan sifat fisik DNA melalui interaksi non-kovalen dan sekaligus mampu memotong DNA secara selektif dan efektif (Tjahjono, et.al., 1999, 2000, 2001, 2006). Disamping itu senyawa kationik porfirin telah diketahui dapat berikatan secara selektif dengan sel kanker dan/atau DNA sel kanker dan mempunyai konstanta ikatan lebih besar dibanding dengan DNA sel normal (Izbicka, et.al., 1999; Hurley, et.al., 2000).

Senyawa porfirin dapat dimodifikasi struktur kimianya, baik pada meso-substituennya, atau pada pusat molekulnya dengan ion logam. Oleh karena itu senyawa ini dengan mudah dilabel dengan radionuklida, baik pemancar γ maupun pemancar β, sehingga senyawa turunan kationik porfirin dapat R1R1 R1 digunakan sebagai ligan untuk pembuatan kit radiofarmaka untuk diagnosis dan terapi kanker. Namun demikian, karena radionuklida baik pemancar γ maupun pemancar β, seperti 99mTc dan 188Re memiliki radius atom yang cukup besar maka koordinasi radionuklida tersebut dengan keempat inner nitrogen sangat sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang lama (Tjahjono, dkk., 2006). Oleh karena itu salah satu alternatif untuk melabel senyawa kationik porfirin adalah dengan menambahkan atom pendonor pada substituen meso yang dapat membentuk ikatan koordinasi dengan radionuklida tersebut, seperti struktur yang sedang dikembangkan saat ini.

Modifikasi struktur senyawa kationik porfirin dengan meso-substituen piridinium dan karboksilat Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mendesain dan mensintesis senyawa porfirin dengan substituen meso yang berbeda yang dapat dilabel dengan radionuklida pemancar  sebagai calon ligan dalam formulasi kit radiofarmaka untuk diagnosis kanker.





1.2.         Rumusan Masalah

Apa saja yang terkandung dalam hemoglobin?

1.3.         Definisi Operasional

1.4.         Tujuan Penelitian

1.5.         Manfaat Penelitian









Pirol



Pirola
Pirol

Pirola atau pirol, adalah sejenis senyawa organik aromatik heterosiklik beranggota lima dengan rumus kimia C4H4NH. Turunan tersubstitusinya juga disebut pirola. Sebagai contoh, C4H4NCH3 adalah N-metilpirola. Porfobilinogen adalah pirola yang ter-trisubstitusi yang merupakan prekursor biosintetik banyak produk alami.

Pirola merupakan komponen makrolingkar yang lebih kompleks, meliputi porfirin heme, klorin dan bakterioklorin klorofil, dan porfirinogen.





[109-97-7]


C1=CC=CN1


1/C4H5N/c1-2-4-5-3-1/h1-5H


C4H5N


67,09 g/mol


0,967 g/cm3


−23 °C


129–131 °C

Sifat-sifat


Pirola mempunyai kebasaan yang sangat rendah dibandingkan amina dan senyawa aromatik lainnya seperti piridina, di mana nitrogen pada cincin tidak berikatan dengan atom hidrogen. Kebasaan yang lebih rendah ini disebabkan oleh delokalisasi pasangan menyendiri elektron atom nitrogen apada cincin aromatik. Pirola adalah basa yang sangat lemah dengan pKaH sekitar −4. Protonasi akan menyebabkan senyawa ini kehilangan aromatisitas, sehingga proses ini sangat tidak difavoritkan.



Sintesis


Terdapat banyak metode sintesis organik pirola dan turunannya. Reaksi-raksi klasik misalnya sintesis pirola Knorr, sintesis pirola Hantzch, dan sintesis Paal-Knorr. Bahan awal pada sintesis pirola Piloty-Robinson adalah 2 ekuivalen aldehida dan hidrozina. Produk reaksinya adalah pirola dengan substituen tertentu pada posis 3 dan 4. Aldehida bereaksi dengan diamina menjadi zat antara di-imina (R–C=N−N=C–R), kemudia dengan penambahan asam klorida, menghasilkan penutupan cincin dan pelepasan amonia menjadi pirola.

Pada satu modifikasi, propionaldehida direaksikan pertama-tama dengan hidrazina, kemudian dengan benzoil klorida pada temperatur tinggi dan dibantu dengan iradiasi mikrogelombang:[6]


Pada langkah kedua, reaksi sigmatropik [3,3] terjadi di antara dua zat antara.

 


Reaktivitas


Baik proton NH dan CH pada pirola bersifat asam moderat dan dapat dideprotonasi dengan basa kuat seperti butillitium dan logam hidrida. "Pirolida" yang dihasilkan bersifat nukleofilik. Dengan menangkap konjugat basa dengan elektrofil (misalnya alkil atau asil halida) akan menunjukkan bagian mana yang terdeprotonasi sehingga akan bereaksi sebagai nukleofil. Distribusi produk reaksi ini seringkali kompleks dan tergantung pada basa yang digunakan (terutama ion lawan seperti litium dari butillitium atau natrium dari natrium hidrida), substitusi pirola yang telah ada, dan elektrofil.

Kontribusi resonansi pirola memberikan kontribusi pada pemahaman reaktivitas reaksi. Seperti furan dan tiofena, pirola lebih reaktif daripada benzena terhadap substitusi aromatik nukleofilik karena ia dapat menstabilisasi muatan positif zat antara karbokation. Hal ini karena nitrogen dapat mendonor pasangan menyendiri elektronnya ke dalam sistem resonansi cincin.


Pirola secara predominan menjalani substitusi aromatik elektrofilik pada posisi 2 dan 5, walaupun produk substitusi pada posisi 3 dan 4 juga didapatkan dalam rendemen yang rendah. Dua reaksi yang signifikan dalam menghasilkan pirola berfungsional adalah reaction Mannich dan reaksi Vilsmeier-Haack. Kedua reaksi ini sangat cocok dengan berbagai macam substrat pirola. Reaksi pirola dengan formaldehida menghasilkan profirin.


Senyawa pirola juga dapat berpartisipasi pada reaksi sikloadisi (Diels-Alder) dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti katalis asam Lewis, pemanasan, atau tekanan tinggi.



            Pirol diperoleh secara komersial lewat penyulingan tar batu bara atau dari furan, amonia, dan katalis. Tiofen didapat lewat pemanasan campuran butana dan butena dengan sulfur.

            Seperti digambarkan, struktur heterosiklik ini tampak seperti diena, tetapi pada kenyataannya, sistem cincin ini ialah aromatik. Senyawa heterosiklik ini berperilaku seperti benzena dalam banyak hal, terutama kecenderungan menjalani substitusi aromatik elektrofilik. Alasan yang berkaitan dengan perilaku ini akan menjadi lebih jelas jika memeriksa pengikatan dalam molekul-molekul tersebut.

            Furan berstruktur pentagonal planar yang setiap atom pada cincinnya terhibridisasi sp2.





 
PORFIRIN

Porfirin adalah suatu senyawa organik yang mengandung empat cincin pirol, suatu cincin segi lima yang terdiri dari empat atom karbon dengan atom nitrogen pada satu sudut. Senyawa ini ditemukan pada sel hidup hewan dan tumbuhan, dengan berbagai macam fungsi biologis. Empat atom nitrogen di tengah molekul porfirin dapat mengikat ion logam seperti magnesium, besi, seng, nikel, kobal, tembaga, dan perak. Tiap-tiap logam yang diikat akan memberikan sifat yang berbeda-beda. Jika logam yang diikat di pusat adalah besi, maka kompleks porfirin disebut ferroporfirin, atau heme.

Empat gugus heme ini dapat bergabung menyusun hemoglobin, molekul dalam sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen. Sementara vitamin B12 mengandung molekul porfirin dengan ion kobal di tengahnya. Pada klorofil yang merupakan molekul penting pada tanaman yang menangkap energi matahari dan memberi warna hijau, molekul porfirin mengikat ion logam pusat magnesium (Mg).



Sifat khas porfirin:

pembentukan kompleks dengan ion-ion logam yang terikat pada atom N cincin-cincin pirol

Contoh: heme = porfirin + Fe2+

 (porfirin besi/heme)

 klorofil = porfirin + Mg2+

 (porfirin magnesium/klorofil)



Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa antara lain:

1. Hemoglobin (Hb)

-merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin

-fungsi: mengangkut O2 di darah

2. Eritrokruorin

-terdapat pada beberapa invertebrata

-fungsi: hampir sama dengan Hb

3. Mioglobin

-pengangkut O2 di jaringan otot (pigmen pernafasan)

4. Sitokrom

-fungsi: pemindah elektron pada proses redoks



5. Katalase

-heme + protein

-pemecah 2H2O2 menjadi 2H2O + O2

6. Triptofan pirolase

-mengkatalisa oksidasi triptofan menjadi formil kinurenin



Fungsi porfirin:

1. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan O2

2. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan elektron

3. Membentuk senyawa sebagai enzim enzim tertentu

Perbedaan antara porfirin satu dengan yang lain adalah jenis  senyawa yang mensubstitusinya



STRUKTUR PORFIRIN

Menyingkat rumus porfirin dengan menghilangkan jembatan metenil dan setiap cincin pirol yang diperlihatkan sebagai tanda kurung dengan 8 tanda substituent.



BIOSINTESA HEME

Ada 2 tahap, yaitu:

1. sintesa porfirin

2. sintesa heme

Selama proses metabolisme bahan-bahan di atas, pemakaian heme untuk sintesa sitokrom P 450 meningkat sehingga konsentrasi heme dalam sel menurun yang menyebabkan meningkatnya amlev sintetase Protoporfirin III + Fe2+ heme sintetase heme ferokelatase (di mitokondria). Sintesa heme terjadi dalam sebagian besar jaringan mamalia, kecuali eritrosit dewasa (karena tidak mengandung mitokondria).



Pengendalian biosintesa heme:

Yang pegang peranan adalah amlev sintetase Yang menghambat amlev sintetase:

1. heme

2. apopressor

3. glukosa

4. hematin in vivo

Yang meningkatkan amlev sintetase (karena dimetabolisir di hati dengan menggunakan hemoprotein spesifik, yaitu:

sitokrom P 450 yang dibuat dari heme):

1. insektisida

2. bahan karsinogen

3. obat-obatan (steroid)

4. hormon estrogen

5. besi dalam bentuk chelated



KIMIA PORFIRIN

Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektrisnya pada pH 3,0 – 4,0 mudah diendapkan dalam larutan air Yang berwarna adalah porfirin dan derivat-derivatnya yang mempunyai spektrum absorbsi pada daerah yang dapat dilihat dan daerah UV.

Contoh: larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400 nm disebut PITA SORET (ciri-ciri penting!) Hematoporfirin mempunyai 2 pita absorbsi yang lebih lemah pada 550 nm dan 592 nm di samping pita soret -dalam pelarut organik, porfirin menunjukkan 4 pita utama seperti pita soret.

-bila dilarutkan dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disinari dengan UV akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat untuk mendeteksi porfirin bebas dalam jumlah kecil.



HEME DISENTESIS DARI SUKSINIL-KoA & GLISIN

Dua bahan awal sintesis heme adalah suksinil-KoA, yang berasal dari siklus asam sitrat di mitokondria, dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat juga diperlukan dalam reaksi sintesis heme untuk “mengaktifkan” glisin.  Produk reaksi menggabungkan antara suksinil-KoA dan glisin adalah asam α-amino-β-ketoadipat, yang cepat didekarboksilasi untuk membentuk α-aminolevulinat (ALA).

Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh ALA sintase,yaitu enzim penentu kecepatan biosintesis porfirin dalam hepar mamlia.sintesis ALA terjadi dimittokodria.







Pembentukan Heme Memerlukan Penggabungan Besi dengan Protoporforin

Tahap terakhir sintesis heme adalah penggabungan besi fero dengan protoporfirin dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase(hemesintase),yaitu ezim metrokondria yang lain.

Tiga enzim terakir di jalur ini dan ALA sintase terletak di metrokondri,sedangkan enzim enzim lain terletak di sitosol.baik bentuk dari eridtroid maupun non eritroid(housekeeping)dari keempat enzim pertama ini dapat ditemukan.biosintesis heme terjadi di sebagian besar sel kecuali eritrosid matang yang tidak mengandung mitrokondria.namun,sekitar 85% sintesis heme terjadi di sel prekursor eritroid disumsum tulang dan sebagian besar sisanya di hepatosit.

Porfirin nogen yang dijelaskan diatas tidaklah berwarna dan mengandung 6 atom hydrogen tambahan bila dibandingkan dengan porfirin berwarna padananya.porfirin tereduksi inilah(porfirinogen) dan bukan porfirin padananya dan yang merupakan zat antara sejati dalam biosintesis protoporfiirin dan heme.

ALA Sintase adalah enzim regulatorik kunci dalam biosintesis Biosintesis Heme di Hepar ALA Sintase terdapat dalam bentuk hepatic (ALAS 1) dan eritroid (ALAS 2). Reaksi penentu kecepatan dalam sintesis heme di hati adalah reaksi yang di katalisis oleh ALAS 1 suatu enzim regulatorik. Hemi juga memengaruhi translasi enzim dan pemindahannya dari sitosol ke mitokondria.

Banyak obat yang jika diberikan kepada manusia dapat menyebabkan peningkatan ALAS 1 secara mencolok. Sebagian besar obat ini metabolism oleh suatu system di hati yang menggunakan hemoprotein spesifik, yaitu sitokrom P450. Selama metabolisme obat-obat tersebut berlangsung pemakaian heme oleh sitokrom P450 sangat meningkat sehingga mengurangi konsentrasi heme intrasel. Penurunan konsentrasi heme intrasel akan memengaruhi derepresi ALAS 1 yang akan dibarengi oleh peningkatan laju sintesis heme untuk memenuhi kebutuhan sel.

Regulasi bentuk eritroid ALAS (ALAS 2) berbeda dari regulasi yang terjadi pada ALAS 1. Contohnya, enzim ini tidak induksi oleh obat yang memengaruhi oleh ALAS 1, dan enzim ini tadak mengalami regulasi umpan balik oleh heme.



PORFIRIN BERWARNA DAN BERFLUORESENSI

Berbagai porfirinogen tersebut tidak berwarna, sedangkan semua porfirin berwarna. Dalam penelitian tentang porfirin atau turunannya, spectrum absorpsi khas yang diperlihatkan masing-masing dalam region spectrum sinar tampak dan ultraviolet sangat bermanfaat. Salah satu contohnya adalah kurva absorpsi untuk suatu larutan porfirin dalam 5 % asam hidroklorida. Jika porfirin yang dilarutkan dalam asam mineral kuat atau dalam pelarut inorganic disinari oleh sinar ultraviolet, Porfirin tersebut akan memancarkan Fluoresensi merah yang kuat. Fluorsensi ini sedemikian khasnya sehingga sering digunakan mendeteksi adanya sejumlah kecil porfirin bebas. Ikatan yang menyatukan cincin – cincin pirol diporfirin merupakan penyebab utama absorpsi dan Fluoresensi khas senyawa golongan ini; ikatan rangkap ini tidak terdapat dalam porfirinogen.

Hal yang menarik sifat fotodinamik porfirin adaalah kemungkinan pemakaiannya dalam terapi kanker jenis tertentu, suatu prosedur yang disebut fototerapi kanker. Tumor sering membentuk lebih banyak porfirin disbanding jaringan normal. Jadi, Hematoporfirin atau senyawa terkait dapat diberikan kepada pasien yang mengidap tumor – tumor tertentu. Kemudian, tumor diberi laser asrgon yang akan menyebabkan eksitasi porfirin dan menimbulkan efek – efek sitotoksik.

Spektrofotometri Digunakan untuk Memeriksa Porfirin & Prekursornya

Koporoporfirin dan Uroporfirin bermanfaat secara klinis karena pada porfiria, Koproporfirin dan Uroporfirin di ekskresikan dalam jumlah besar. Senyawa – senyawa ini jika terdapat di urine atau feses, dapat dipisahkan satu sama lain melalui ekstrasi dengan menggunakan campuran pelarut yang sesuai. Keduanya lalu di identifikasikan dan dapat diukur dengan metode spektrofotometri.

ALA dan PBG dalam urine juga dapat diukur dengan uji kolometri yang sesuai.



PORFIRIA ADALAH PENYAKIT GENETIK METABOLISME HEME

Porfiria adalh sekelompok penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas jalur biosentesis heme; penyakit ini dapat bersifat genetic atau didapat. Meskipun tidak  prevalen, penyakit ini penting diingat dalam keadaan tertentu. (mis. Sebagai diagnosis banding nyeri abdomen dan pada berbagai kelainan neuropsikiatrik); jika tidak, pasien akan mendapat pengobatan yang tidak tepat.

Fotosensitivitas (lebih senang beraktivitas dimalam hari) dan bentuk tubuh yang aneh (disfigurement) yang diidap oleh sebagian penderita porfiria eritropoietik congenital menimbulkan anggapan bahwa para pasien ini mungkin merupakan suatu prototype werewolf (manusia srigala). Belum ada bukti yang menguatkan anggapan ini.



Biokomia Mendasari Kausa, Diagnosis, & Pengobatan Porfiria

Dilaporkan ada enam tipe porfiria yang terjadi akibat berkurangnya aktivitas enzim-enzim 3 sampai 8. Jadi, pemeriksaan aktivitas satu enzim atau lebih dengan menggunakan sumber yang tepat (mis. Sel darah merah) penting dalam menegakkan diagnosis pasti pada kasus yang dicurigai porfiria. Individu dengan penurunan aktivitas enzim 1 ( ALAS2) mengalami anemia dan bukan porfiria ( Lihatt table 31-2) pasien dengan aktiviitas enzim 2 ( ALA2 HIDRATASE ) yang rendah pernah dilakukan tetapi sangat jarang, kelainan yang timbul disebut porfiria deisien-ALA dehidratase.

Secara umum, porfiria diwariskan melalui autosom dominan dengan pengecualian porfiria eritropoetik congenital yang diwariskan secara resesif sebagian porfiria dapat didiagnosi sebelum kehamilan dengan menggunakan pelacak gen yang sesuai, seperti kebanyakan kelainan bawaan lain gejala dan tanda porfiria timbul akinat adanya defisiensi produk metabolic setelah blob enzimatik akibat penimbunan metabolic sebelum blog enzimatik. Jika kelainan enzim terjadi pada awal jalur reaksi sebelum terjadinya porfirinogen ALA dan PBG akan menumpuk di jaringan dan cairan tubuh secara klinis pasien mengeluh nyeri abdomen dan gejala neuropsikiatrik, dipihak lain blogenzim yang terjadi belakangan dalam jalur reaksi tersebut menyebabkan penimbunan berbagai porfirinogen. Produk-produk oksidasi yaitu turunan porfirin padanannya menyebabakan fotosensitifitas yakni suatu reaksi terhadap sinar tamapk terpancar gelombang sekitar 400nm porfirin jika terpajang dengan sinar berpanjang gelombang ini, diduga akan tereksitasi dan kemudian bereaksi dengan molekul oksigen untuk membentuk radikal oksigen. Radikal oksigen ini merusak lisosom dan organ lain. Lisosom yang rusak akan membebaskan enzim-enzim degradatif dan menyebabkan kerusakan kulit dalam derajat yang berfariasi termasuk pembentukan jaringan parut.  

Porfiria dapat diklasifiikasikan berdasarkan organ atau sel yang paling terkena dampaknya.organ atau sel ini biasanya adalah organ atau sel yang menyintesis heme dengan sangat aktif.sumsum tulang membentuk cukup banyak hemoglobin,dan hepar juga aktif dalam menyintesis hemoprotein lain,sitokrom P450.oleh karena itu,salah satu klasifikasi porfiria nenbagi penyakit ini menjadi eritropoietik atau hepatic.



ALASI adalah enzim regulatorik kunci jalur biosintesis heme di hati.sejumlah besar obat(mis.barbiturat,griseofulvin)memici enzim.sebagian besar obat ini melakukannya dengan menginduksi sitokrom P450 yang menggunakan heme sehingga menderepresi (menginduksi) ALASI.pada pasien porfiria,peningkatan aktifitas ALASI menyebabkan peningkatan kadar berbagai precursor heme  (sebelum hambatan/blok sintesis) yang berpotensi merugikan. Jadi,konsumsi obat yang dapat memicu sitokrom P450 (yang di sebut sebagai penginduksi mikrosom) dapat memici serangan porfiria.

Diagnosis tipe tertentu porfiria umumnya dapat di tegakkan berdasarkan gambaran klinis dan riwayat keluarga,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai.

Timbal berkadar tinggi dapat memengaruhi metabolism heme dengan berikatan pada gugus SH enzim misalnya ferokelatase dan ALA dehidratase. Hal ini memengaruhi metabolism porfirin. Kadar protoporfirin meningkat di sel darah merah,dan kadar ALA dan koproporfirin di urine meningkat.



Diharapkan bahwa di masa mendatang porfiria dapat di tingkat gen. prinsip dasar terapi porfiria adalah simtomatik.



KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN

Jika hemoglobin dihancurkan,globin akan di urai menjadi asam-asam amino pembentuknya yang kemudian dapat di gunakan kembali, dan besi heme memasuki kompartemen besi (juga untuk didaun ulang) bagian porfirin yang bebas-besi juga diuraikan, terutama di sel repikulo endotel hati, limfa dan sumsum tulang. Kata bolisme heme dari semua protein heme tampaknya dilaksanakan difraksi mikrosom sel oleh suatu sistem enzim ko0mplek yang disebut heme oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari protein heme mencapai sistem oksigenase, besi tersebut biasanya telah dioksidasi menjadi bentuk feri, yang membentuk hemen. Sistem heme oksigenase adalah sistem yang dapat di induksi oleh substrat. Besi fero kembali dioksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan oksigen lain, besi feri dibebaskan dan karbon monoksida dihasilkan serta terbentuk biliverdin dari pemecahan cincin tetrapirol dengan jumlah molar yang setara. Diperkirakan bahwa 1 g hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin. Pembentukan belerubin harian pada orang dewasa adalah sekitar 250-350 mg yang terutama berasal dari hemoglobin meskipun ada juga yang diperoleh dari eritropoiesis inefektif dan berbagai protein heme lain, misalnya sitokrom P450. Perubahan kimia heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat diamati in vivo sebagai warna ungu heme dalam hematom yang secara perlahan berubah menjadi pigmen kuning bilirubin. Bilirubin yang dibentuk di jaringan perifer diangkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin selanjutnya, berlangsung terutama dihati. Metabolism ini dapt dibagi menjadi tiga proses:

  1. Penyerapan bilirubin oleh sel parenkim hati
  2. Konjugasi bilirubin dengan glukuronat di retikulum endoplasma
  3. Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu.



HATI MENYERAP BILIRUBIN

Bilirubin hanya sedikit larut dalam air, tetapi kelarutannya dalam plasma meningkat oleh pembentukan ikatan non kovalen dengan albumin. Sejumlah senyawa, misalnya antibiotik dan obat lain bersaing  dengan bilirubin untuk menempati tempat pengikatan berafinitas tinggi di albumin. Jadi dsenyawa – senyawa ini dapat menggeser bilirubin dari albumin dan menimbulkan  dampak klinis yang signifikal. Di hati, bilirubin dikeluarkan dari albumin dan diserap pada ,permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu sistem yang diperantarai oleh suatu sistem kareier perantara yang dapat  jenuh. Sistem transpor terfasilitasi ini memiliki kapasitas yang sangat besar, bahkan pada kondisi patologi sekalipun, sistem ini masih dapat membatasi laju metabolisme bilirubin.

Karena sistem transpor terfasilitasi ini memungkinkan tercapainya keseimbangan antara kedua sisi membran hepatosit, penyerapan netto bilirubin tergantung pada pengeluaran bilirubin melalui jalu-jalur metabolik berikutnya. Setalah masuk kedalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan protein sitosol tertentu yang membantu senyawa ini tetap larut sebelum dikonjugasi. Liganding (Anggota famili glutation S-transferase) dan protein Y adalah protein-protein tang  berperan. Keduanya juga membantu mencegah aliran balik bilirubin kedalam aliran darah.



Konjugasi Bilirubin dengan Asam Glukuronat  Terjadi di Hati

Bilirubin bersifat non polar dan akan menetap disel (misalnya terikat pada lipid) jika tidak dibuat llarut air. Hepatosit mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang mudah diekskresikan dalam empedu denga  menambahkan molekul asam glukurinat kesenyawa ini. Proses ini disebut konjugasi dan dapat menggunakan molekul polar selain asam glukuronat (misalny sulfat).

Konjugasi bilirubin dikatalisis oleh suatu glukuronosiltranferase yang spesifik. Enzin ini terletak di retikulum endoplasma, menggunakan UDP asm glukuronat sebagai donor glukuronosil, dan disebut sebagai bilirubin UGT. Bilirubin monoglukuronida adalah zat antara dan kemudian diubah menjadi diglukuronoda. Aktifitas bilirubin UGT dapat diinduksi oleh sejumlah obat yang bermanfaat secara klinis,  mencakup fenobarbital.



Bilirubin Disekresikan ke Dalam Empedu

Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi oleh suatu mekanisme transpor aktif yang menetukan laju keseluruhan proses metabolisme bilirubin dihati.

Protein yang berperan adalah MRP-2 (multidrug resistancelike protein) yang juga disebut multispesific oganic anion transporter (MOAT). Protein ini  terletak dimembran plasma kanilukulus empedu dan menangani sejumlah anion organik. Protein ini meruoakan anggot famili transporter ATP binding cassette (ABC). Transpor bilirubin terkonjugasi dihati kedalam empedu dapat diinduksi oleh obat-obatan yang juga mampu menginduksi konjugasi bilirubin. Jadi, sistem konjugasi dan ekskresi untuk bilirubin bertindak seperti satuan unit fungsional terpadu.

Biliruin terkonjugasi direduksi manjadi urobilinogen oleh bakteri usus.

Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum  terminal dan usus besar, glukurodina dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus (β-glukuronidase), dan pigmen tersebut kemudian direduksi oleh flora feses. Flora feses menjadi sekelompok senyawa tretrapirol  tak berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan dieksresi ulam melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, terutama jika terbentuk pigmen empedu dalam jumlah berlebihan atau terdapat [penyakit hati yang mengganaggu siklus intra  hepatik ini, urobilinogen juga dapat diekskresikan ke urine.

Pada keadaan normal, sebagian besar urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk dikolon oleh klorafeses mengalami oksidasi disana menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan ditinja. Bbertambah gelapnya tinja ketika terkena udara disebabkan oleh oksidasi urobilin.



HIPERBILIRUBINEMIA MENYEBABKAN IKTERUS

Jika bilirubin darah melebihi 1 mg/dL (17,1 µmol/L), hiperbilirubinemia akan timbul. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang diproduksi dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati – dengan menghambat ekskresi bilirubin – juga akan menyebabkan hiperbilirubinimenia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun didalam darah, dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5 mg/dL), senyawa ini akan berdifusi kedalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.suatu saat van den bergh secara tidak sengaja lupa menambahkan metanol ketika berupaya memeriksa pigmen empedu didalam empedu manusia. Dengan terkejut, pembentukan warna normal terjadi “ secara langsung”. Bentuk bilirubin yang akan bereaksi tanpa penambahan metanol ini kemudian dinamai bilirubin yang “ bereaksi langsung”. Untuk biblirubin yang dapat di ukur hanya setelah penambahan metanol ini, kta menggunakan istilah “ bereaksi tak langsung”. Hiperbilirubinemia dapat diklasifikasikan, bergantung pada jenis bilirubin yang ada diplasma—yi. Tak-terkonjugasi atau terkonjugasi-menjadi hiperbilirubinemia retensi, akibat produksi berlebihan, atau hiperbilirubinemia regurgitasi, akibat refluks kedalam aliran darah karena obstruksi empedu.





PENUTUP

                                                        

Demikianlah makalah yang kami buat , semoga dapat sangat bermanfaat bagi anda semua dan nilai yang kami peroleh dalam penyusunan makalah ini semoga mendapat nilai yang baik. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini.

TERIMA KASIH







DAFTAR PUSTAKA




http://anggihpik.blogspot.com/


1 komentar: